Rabu, 29 September 2010

Jejak Pahlawan Kemerdekaan Kalteng

          Bukit Batu yang terletak di Kabupaten Kasongan, Kalimantan Tengah, saat ini dijadikan obyek wisata yang cukup menarik. Ditempat tersebut, terdapat batu-batu besar yang tersusun rapi. Pada saat perang Kemerdekaan, Bukit Batu tersebut dijadikan tempat persembunyian Cjilik Riwut, saat memimpin gerilya melawan tentara Nica.
          Bukit Batu yang terletak di Kabupaten Kasongan, merupakan tempat wisata yang cukup unik. Disini terdapat batu-batuan yang sangat besar, tetapi letaknya tersusun rapi sehingga terkesan seperti disusun tangan manusia.
          Tempat ini juga merupakan tempat persembunyian Pahlawan asal Kalimantan Tengah, Tjilik Riwut saat memimpin perang gerilya menghadapi tentara Nica untuk mempertahankan kemerdekaan pada tahun 1945 hingga 1949.

Tjilik Riwut, merupakan satu-satunya Pahlawan Nasional asal Kalimantan Tengah. Di pintu masuk tempat wisata Bukit Batu terdapat rumah-rumahan tempat menaruh sesajen. Seperti ketan, bunga dan minuman beraneka warna serta kepala sapi dan kerbau.
          Disini juga ada sebuah telaga kecil yang airnya dipercaya sebagian orang dapat menyembuhkan segala macam penyakit. Sayangnya, obyek wisata bersejarah ini terkesan kurang terpelihara dengan baik dan kotor.
          Di tempat ini tidak tampak para petugas jaga dan petugas kebersihan. Sehingga para pengunjung yang iseng banyak yang leluasa menulis berbagai tulisan pada batu-batu besar yang ada di sini

Garuda Indonesia

Semua warga Indonesia pasti tahu lambang Garuda Pancasila. Ya, lambang tersebut adalah lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tapi tahukah anda siapa yang merancang lambang tersebut? Pernahkah anda berpikir siapa yang merancang lambang tersebut? Kebanyakan dari kita sudah lupa, atau bahkan tidak mengetahui sama sekali siapa yang merancang lambang tersebut.
Sebagai warga negara yang baik seharusnya kita mengetahui siapa yang membuat lambang dari negara kita sendiri.
Sultan Hamid II. Dialah yang merancang lambang pusaka Garuda Pancasila. Beliau lahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie, putra sulung Sultan Pontianak. Lahir di Pontianak, Kalimantan Barat, 12 Juli 1913 dan meninggal di Jakarta, 30 Maret 1978 pada umur 64 tahun. Dalam tubuhnya mengalir darah Arab-Indonesia meski pernah diurus ibu asuh berkebangsaan Inggris. Istri beliau seorang perempuan Belanda yang kemudian melahirkan dua anak. Keduanya sekarang di Belanda.
Berikut cerita singkatnya. Ketika Jepang mengalahkan Belanda dan sekutunya, pada 10 Maret 1942, ia tertawan dan dibebaskan ketika Jepang menyerah kepada Sekutu dan mendapat kenaikan pangkat menjadi kolonel. Ketika ayahnya mangkat akibat agresi Jepang, pada 29 Oktober 1945 beliau diangkat menjadi sultan Pontianak menggantikan ayahnya dengan gelar Sultan Hamid II. Dalam perjuangan federalisme, Sultan Hamid II memperoleh jabatan penting sebagai wakil daerah istimewa Kalimantan Barat dan selalu turut dalam perundingan-perundingan Malino, Denpasar, BFO, BFC, IJC dan KMB di Indonesia dan Belanda.
Sultan Hamid II kemudian memperoleh jabatan Ajudant in Buitenfgewone Dienst bij HN Koningin der Nederlanden, yakni sebuah pangkat tertinggi sebagai asisten ratu Kerajaan Belanda dan orang Indonesia pertama yang memperoleh pangkat tertinggi dalam kemiliteran.
Pada 21-22 Desember 1949, beberapa hari setelah diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio, Westerling yang telah melakukan makar di Tanah Air menawarkan “over commando” kepadanya, namun dia menolak tegas. Karena tahu Westerling adalah gembong APRA.
Selanjutnya dia berangkat ke Negeri Belanda, dan pada 2 Januari 1950, sepulangnya dari Negeri Kincir itu dia merasa kecewa atas pengiriman pasukan TNI ke Kalbar – karena tidak mengikutsertakan anak buahnya dari KNIL.
Pada saat yang hampir bersamaan, terjadi peristiwa yang menggegerkan; Westerling menyerbu Bandung pada 23 Januari 1950. Sultan Hamid II tidak setuju dengan tindakan anak buahnya itu, Westerling sempat marah.
Sewaktu RIS (Republik Indonesia Serikat) dibentuk, dia diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara.
Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M. A. Pellaupessy, Mohammad Natsir, dan RM Ngabehi Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M. Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang.
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.
Pada tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali – Garuda Pancasila dan disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri.
AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Departemen Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “’tidak berjambul”’ seperti bentuk sekarang ini.
Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes, Jakarta pada 15 Februari 1950.
Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang “gundul” menjadi “berjambul” dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno.
Tanggal 20 Maret 1950, bentuk akhir gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk akhir rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini.
Hamid II diberhentikan pada 5 April 1950 akibat diduga bersengkokol dengan Westerling dan APRA-nya.
Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara di mana lukisan otentiknya diserahkan kepada H. Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974. Sedangkan Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah, Pontianak.
Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu penyerahan berkas dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan “ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara. Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara.
Sultan Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di Batulayang.

Sejarah SMA Negeri-2 Kumai

Sejarah singkat SMA Negeri-2 Kumai, merupakan peralihan dari SMA PGRI-4 Sungai Rangit sesuai surat keputusan Bupati Kotawaringin Barat H. Ujang Iskandar, ST, Nomor : 51/KPTS/Dikjar tentang Penetapan Penegerian Sekolah Dilingkungan Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Kotawaringin Barat Tanggal 30 Juni 2005 dan di sah kan pada tanggal 15 Agustus 2005 sehingga sampai sekarang peringatan ulang tahun SMA Negeri-2 Kumai diperingati setiap Tanggal 15 Agustus 2005.

          Pada awalnya SMA PGRI-4 Sungai Rangit dibuka pada bulan Juli 1987 yang dikelola oleh Bapak dr. Tiyono Mursalim yang dibantu oleh staf KUPT SP-2 Sungai Rangit sebagai pengajar dengan jumlah siswa 20 orang dan proses belajar mengajar dilaksanakan pada siang hari. berdasarkan surat keputusan PD PGRI Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor : 57/KPTS/PD-II/KTB/VII.87 Tanggal 31 Juli 1987. Pada tahun 1990 Bapak dr. Tiyono mengundurkan diri karena kesibukannya dan digantikan oleh Bapak Juken guru SMP Negeri-2 Kumai dengan surat keputusan YPLP PGRI Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor : 06/SK/YPLP-PGRI/TB/90, Tanggal 14 Juli 1990 dengan sekolah induk SMAN-2 Pangkalan Bun. Pada tahun 1994 Bapak Juken pindah tugas ke Palangka Raya dan di gantikan oleh Bapak Junaidi guru SMPN-2 Kumai atas dasar Nota Dinas Ka. Kandep Dikbud Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor : 346/125.05/F.94 Tanggal 17 Februari 1994 dan SK YPLP PGRI Kobar Nomor : 19/SK/YPLP-PGRI/KTB/94 Tanggal 28 Februari 1994. Bapak Junaidi mengundurkan diri pada bulan Agustus dan diganti Bapak Syarif Anwar guru SMAN-1 Kumai dengan dasar Nota Tugas Ka. Kandep Dikbud Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor : 1997/125.05/F.95 Tanggal 06 September 1995 dan Surat Keputusan YPLP PGRI Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor : 36/SK/YPLP-PGRI/KTB/95 Tanggal 20 September 1995 dan diangkat sebagai Kepala Sekolah Definitif dengan surat keputusan Bupati Kotawaringin Barat. Pada tanggal 17 Januari 2005 atas konsultasi YPLP PGRI dengan Dinas Pendidikan dan Pengajaran maka SMA PGRI-4 Sungai Rangit diamankan dan sebagai Pht. Kepala Sekolah adalah Ketua YPLP PGRI Kabupaten Kotawaringin Barat BapaK Celcius Dikent hingga 31 Maret 2005, karena sesuai dengan surat pernyataan tertanggal 21 Februari 2005 dan tanggal 22 Februari 2005 yang intinya Bapak Syarif Anwar melepaskan SMA PGRI-4 Sungai Rangit.

          Pada bulan Maret 2005 Ibu Dra. Rusnah guru SMAN-1 Pangkalan Bun atas dasar surat penunjukan Kepala Dinas Dikjar Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor : 067/741/TU/Dikjar Tanggal 23 Maret 2005 dutugaskan sebagai Kepala SMA PGRI-4 Sungai Rangit. Akhirnya pada tanggal 31 Maret 2005 serah terima Pht. Kepala SMA PGRI-4 Sungai Rangit Bapak Celcius Dikent dengan Ibu Dra. Rusnah, dan setelah penegerian SMA PGRI 4 Sungai Rangit menjadi SMA Negeri-2 Kumai pada Tanggal 30 Juni 2005 Ibu Dra. Rusnah telah menjabat Kepala Sekolah difinitif dengan surat keputusan Nomor : 821/02/BKD.III/2005 Tanggal 12 Desember 2005. Pada tanggal 09 Maret 2007 Ibu Dra. Rusnah digantikan oleh Bapak Rahmad Trisdijanto, S.Pd guru SMA Negeri-1 Kumai berdasarkan SK Nomor : 821/24/BKD.III/2007 dan menjabat sebagai Kepala Sekolah sampai tahun 2009, dan pada tanggal 31 Maret 2009 Bapak Rahmad Trisdijanto,S.Pd di gantikan oleh Bapak Akhmad Faujan,S.Pd guru SMA Negeri-1 Pangkalan Bun dengan SK Nomor : 821.24/BKII/09 dan menjadi Kepala SMA Negeri-2 Kumai hingga sekarang.